Kamis, 17 Februari 2011

First Battle Edisi Bayi

Di tantangan pertama ini, aku yang dapet kesempatan dulu buat bikin tema.. Ya udah, asal ngejeplak, keluarlah satu tema yang menggemparkan... BAYI! hehhee... tau rasa si Ray, salah sendiri minta aku yang pertama ngasi tema .. asbun deh akhirnya :p...

So lets go on...

Untuk first battle ini, aku mau nulis tentang sebuah kisah fiksi, tentang seorang bernama Bayi.




"Halo.. Nama gue Bayi. Boleh tau nama lo ?"
Cewe cantik ini malah ketawa.
"Hahaha.. eh sumpeh lo, bonyok lu ga ada stok nama laen apa ?"
"Hehe aneh ya nama gue ? Emang sih aneh, tapi kalo bonyok gue seneng ama nama itu, gimana dong ?"
"Badan gede, nama Bayi. Kagak cocok man ! Aturan nama lo tu Giant hahaha"
Garuk-garuk.. "Hehe oke deh gue ganti nama gue jadi Bayi Giant. Gimana ? Dah oke belom ? Terus nama lo sapa?"
"Hahaha.. kocak.. kocak... nama gue Astri.. hahaha... Bayi Giant, lucu banget si ? Emang lo anak mana si ?"
Begitulah.. Tiap kali kusebut namaku, semua orang akan bertanya, kenapa namaku seperti itu. Ada yang mencocokkan dengan fisik lah, ada yang nyela orang tuaku lah. Tapi semuanya kubiarkan begitu saja. Tau kenapa ? Karena aku pun tak tau, kenapa orang tua ku menamaiku, Bayi.

Karena nama pula lah, aku jarang mendapat pacar, ditolak banyak pekerjaan, ditertawakan petugas bank saat mengisi aplikasi, disangsikan pihak asuransi, jadi bahan obrolan saat operasi yustisi, jadi bahan ejekan saat operasi polisi.. Yeah... Derita GUE!!

Tentu. Tentu aku pernah bertanya ke kedua orang tuaku. Dan mereka hanya berpandangan waktu itu, kemudian mereka berkata, " Kami suka nama itu, dan kami sepakat menamai mu dengan nama itu. Kenapa ? Ada yang salah ?". Dan aku hanya tercenung mendengarnya. Sejak saat itu, aku tak pernah menanyakannya lagi. Aku hanya menikmati, semua hal yang menyangkut namaku. Bayi.

Dan kini, aku, Bayi, dengan memakai hem flanel pemberian ibuku, berdiri di depan rumah petak mungil 2 x 3 meter persegi kepunyaan orang tuaku. Rumah yang sama sekali tak ramah, dengan ukuran badanku yang berdimensi tinggi 185 senti, dan berat 80 kilo ini.
Dug.. "Aw... aduh.."
"Siapa itu? Bayi ? Kaukah itu nak ?"
"Iya Bu. Ah, padahal baru seminggu lalu aku kepentok seng depan ini. Sekarang kok kepentok lagi."
"Hehe.. makanya, kalo jalan liat kanan kiri, atas bawah. Sudah tau atap, eh malah ditendang. Nendangnya pake kepala pula." Ibuku masih seperti dulu. Menegur dengan kelakar.
Hehehe iya juga ya.. Aduhhh...
"Ibu, ini untukmu. Dimana Bapak ? Selamat Ulang tahun perkawinan ke 50 ya.. Wah makan-makan dimana ni kita ?"
"Iya terimakasih Nak. Sini, duduk samping ibu. Bapakmu baru saja keluar, ke Haji Romli. Gimana kabarmu Nak ?"
"Baik Bu. Wah laper nih, Ibu masak apa ?"
"Tuh, ada goreng pisang ama tempe, masih anget. Kamu mau dibikinin apa ? Teh anget ? Apa kopi ?"
"Kopi aja deh bu, eh tuh bapak"
Bapakku yang sudah setengah baya masuk ke dalam rumah dengan membawa map. Aku yang sudah 28 tahun ini terasa sangat raksasa di depan tubuhnya yang kian membungkuk.
"Eh Kamu Bayi. Tumben datengnya siangan ? Ga dapet bis lagi ?"
"Iya pak. Jalanan rame. Katanya orang-orang ga pada punya duit. Tapi Ibu-ibu belanjaannya pada ke mall, ga mau dipasar. Yah, rebutan deh ama mereka."
"Bapak sehat pak ?" Ku-ingsut dudukku lebih dekat ke dia. Sekilas kulihat Bapak tidak tenang, dan terus memegang map yang sudah kusam. Pertanyaanku tak dijawab.
"Bapak dari Haji Romli ? Ada apakah Pak, mau menjodohkanku sama Atiqah ya ? Wah telralu cantik pak buat saya. Hehe.."
...
Tak kusangka guyonanku menguap. Bapak hanya terdiam.
"Bapakmu itu lagi deg-deg an Nak. Kalo deg-deg an gitu, biasanya minta teh manis. Ni pak, teh nya. Ini kopimu Bayi.."
Bapak mencopot peci lusuhnya. Dan kemudian meraih cangkir teh. Disruputnya sekali. Kemudian dia merangkul pundakku, mengajakku duduk lebih dekat dengannya.
"Nak, Bayiku. Kami sangat menantikan hari ini. Hari dimana kami mendapat berkah luar biasa 28 tahun lalu."
Dahiku mengernyit. 28 tahun lalu ? Seumur dengan ku ? Berkah apa itu ?
Aku memilih diam, tidak bertanya.
"Nak, Dulu kau pernah bertanya pada kami, kenapa kami menamaimu Bayi kan?"
Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala, entah kenapa tiba-tiba lidahku kelu.
"Lalu kami jawab karena kami suka dengan nama Bayi. Dan kaupun kami namai Bayi."
Bapak menepuk-nepuk map, dan kemudian menghela nafas. Memandang Ibu sebentar kemudian merangkulku lagi.
"Bayi, Bapak dan Ibu akan menyampaikan sesuatu sama kamu. Tapi kami minta, habis ini, kamu tetep jadi bagian dari kami."
Lidahku makin kelu, ketika pelukan itu semakin erat.
"Bayi, di map yang selama 28 tahun ini Bapak titipkan di Haji Romli ini, ada rahasia tentangmu."
Suara Bapak tiba-tiba tercekat, dan kemudian dia hanya mengangsurkan map itu di pangkuanku.
"Ini, kamu baca sendiri saja ya."
Map berisi rahasiaku. Dititipkan ke Haji Romli. Pasti karena Bapak tak punya lemari ? Tapi serahasia itu kah ? Map apa ini ?
Map kubuka. Dan baris pertama, di lembar pertama bertuliskan Pencatatan Sipil. Ini Surat Kutipan Akte Kelahiran. Menyatakan bahwa di Sunter, Jakarta Utara pada tanggal 2 Desember 1983, telah lahir anak yang bernama Putra Bara . Anak laki-laki dari suami istri : Widyaningsih dan Bara Mahardika. Kutipan ini sesuai dengan keadaan pada saat diberikan bla bla bla...
Kulihat Bapak Ibuku. Jadi aku bukan anak mereka ? Tiba-tiba air mataku meleleh begitu saja. Jadi namaku Putra Bara ? Bukan Bayi ? Ah tiba-tiba aku merasa sangat mencintai mereka, dan tidak mau berpisah dengan mereka. Kubuang map itu, dan menghambur ku dipelukan bapakku. Ibu beranjak memelukku. Kami hanyut bersama. Bapak melepas pelukan dan menatap mataku seraya memegang kedua lenganku.
"Bayi, meskipun map itu kenyataanmu. Tapi kami tetap keluargamu."
"Tidak pak. Aku ga perduli ama mereka. Tidak perduli. Kalianlah orang tuaku. Kalian Bapak Ibuku. Titik."

Yah itulah kisah si Bayi. Pemuda 28 tahun, perawakan tinggi besar, kulit putih, yang ternyata anak pungut. Meski ganteng, mungkin masa jomblo nya akan semakin bertambah panjang, karena kepercayaan dirinya hablur akibat sebuah map. Tau darimana bapak dan ibu menemukan Bayi ? Ya seperti kisah yang biasa Anda dengar, dia ditemukan tergeletak berselimut tiga di depan rumah, dengan sebotol susu, dan sebuah map. Bapak dan Ibu yang tak bisa membaca, hanya bisa bersyukur karena 22 tahun kehidupan perkawinan mereka tak berbuah bayi. Begitu mereka menemukan Putra Bara, mereka hanya punya satu nama untuk karunia terindah yang dikirim langsung dari Sang Pencipta. Bayi.

My first

My first posting ...

blog sebelumnya ga di grounded, masih hidup dan akan digunakan. Bikin yang ini khusus tempat battle ama temen saya Ray hehehe....

Selamat membaca...